Implementasi Metode Case-Based Reasoning pada Sistem Pakar untuk Identifikasi Gangguan Jiwa
Abstract
Sistem yang dibangun dapat ditambahkan dengan informasi mengenai faktor penyebab, seperti berbagai media yang sering kali membahas penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa tertentu dan bagaimana penanganan terhadapnya, dan menggabungkannya dengan kasus terintegrasi yang disimpan ke dalam sistem pakar. Seperti yang sudah disebutkan, aktor yang berhubungan dengan sistem ini meliputi pasien, tenaga kesehatan, dan pengembang. Pengembangan Kesehatan mental menjadi salah satu isu penting di Indonesia yang sering kali terabaikan dibandingkan kesehatan fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem pakar berbasis Case-Based Reasoning yang dapat mendukung diagnosis dini tiga jenis penyakit jiwa: Hebefrenik, Katatonik, dan Paranoid. Metode CBR digunakan untuk menganalisis gejala baru dan membandingkannya dengan kasus sebelumnya yang disimpan dalam database, sehingga sistem dapat belajar dari data baru dan meningkatkan analisis diagnosis. Empat tahapan utama penelitian adalah pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara dengan spesialis, analisis data untuk menentukan bobot gejala berdasarkan signifikansinya, pengembangan sistem dengan algoritma CBR, dan pengujian sistem untuk mengevaluasi keakuratan diagnosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem yang dikembangkan dapat memberikan diagnosis dini dengan tingkat kecocokan yang jelas sebesar 54,55% untuk Hebefrenik dan menawarkan rekomendasi pengobatan yang relevan. Penerapan sistem tersebut dinilai dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan kesehatan mental berbasis teknologi yang lebih inklusif di Indonesia.
References
[2] N. F. Praharso, H. Pols, and N. Tiliopoulos, ‘Mental health literacy of Indonesian health practitioners and implications for mental health system development’, Asian J. Psychiatry, vol. 54, p. 102168, Dec. 2020, doi: 10.1016/j.ajp.2020.102168.
[3] A. Rahvy, A. Habsy, and I. Ridlo, ‘Actual challenges of mental health in Indonesia: Urgency, UHS, humanity, and government commitment’, Eur. J. Public Health, vol. 30, no. Supplement_5, p. ckaa166.1023, Sep. 2020, doi: 10.1093/eurpub/ckaa166.1023.
[4] A. Patawari, T. A. Wihastuti, and N. Muslihah, ‘Experience of Community Leaders in Taking off Pasung (Physical Restraint) for People with Mental Disorders in Southeast Sulawesi’, Int. J. Sci. Soc., 2020, doi: 10.200609/IJSOC.V2I3.146.
[5] A. Marastuti et al., ‘Development and Evaluation of a Mental Health Training Program for Community Health Workers in Indonesia’, Community Ment. Health J., vol. 56, pp. 1248–1254, 2020, doi: 10.1007/s10597-020-00579-7.
[6] L. Munira, P. Liamputtong, and P. Viwattanakulvanid, ‘Barriers and facilitators to access mental health services among people with mental disorders in Indonesia: A qualitative study’, Belitung Nurs. J., vol. 9, no. 2, pp. 110–117, Apr. 2023, doi: 10.33546/bnj.2521.
[7] G. Pangiras, I. M. Ibrahim, and T. A. Latif, ‘A Review of the Perceptions of Mental Illness and Mental Health Literacy in Indonesia’, Eur. J. Behav. Sci., 2021, doi: 10.33422/ejbs.v4i2.612.
[8] F. Kaligis et al., ‘Mental Health Problems and Needs among Transitional-Age Youth in Indonesia’, Int. J. Environ. Res. Public. Health, vol. 18, no. 8, p. 4046, Apr. 2021, doi: 10.3390/ijerph18084046.
[9] A. M. Geraldina, M.-W. Suen, and P. Suanrueang, ‘Online mental health services during COVID-19 pandemic in Indonesia: Challenges from psychologist perspective’, PLOS ONE, vol. 18, no. 6, p. e0285490, Jun. 2023, doi: 10.1371/journal.pone.0285490.